Tafsir al-Kasyaf karya Zamakhsyari

Tafsir Al-Kasyaf karya Zamakhsyari

  1. Biografi al-Zamakhsyari (w. 538 H)

Sebagaimana tertulis dalam tafsir al-Kasysyaf, nama lengkap al-Zamakhsyari ialah Abd al-Qasim Mahmud ibn Muhammad ibn ‘Umar al-Zamakhsyari. Tetapi ada juga yang menulis Muhammad ibn ‘Umar ibn Muhammad al-Khawarizmi al-Zamakhsyari. Beliau lahir di Zamakhsyar, sebuah kota kecil di Khawarizmi pada hari rabu 27 Rajab 467 H. Atau 18 Maret 1075 M. Beliau berasal dari keluarga miskin, tetapi alim dan ta’at beragama.[1]

Ia mulai belajar di negeri sendiri, kemudian melanjutkan ke Bukhara, dan belajar sastra kepada syaikh Mansur Abi Mudar. Kemudian pergi ke Mekah dan menetap cukup lama sehingga memperoleh julukan Jarullah (Tetangga Allah). Dan di sana pula ia menulis tafsirannya, al-Kasysyaf ‘an Haqa’iqi Gawamidit Tanzil wa Uyanil Aqawil fi Wujuhit Ta’wil. [2]

Al-Zamakhsyari dikenal sebagai yang berambisi memperoleh kedudukan di pemerintahan. Setelah merasa tidak berhasil dan kecewa melihat orang-orang yang dari segi ilmu dan akhlaq lebih rendah dari dirinya diberi jabatan-jabatan yang tinggi oleh penguasa, sementara ia sendiri tidak mendapatkannya walaupun telah dipromosikan oleh guru yang sangat dihormatinya, Abu Mudar. Setidaknya ada dua kemungkinan mengapa al-Zamakhsyari selalu gagal dalam mewujudkan keinginannya duduk di pemerintahan. Kemungkinan pertama: kerena ia bukan saja dari ahli bahasa dan sastra Arab saja, tetapi juga seorang tokoh Mu’tazilah yang sangat demonstratif dalam menyebar-luaskan fahamnya, dan ini membawa dampak kurang disenangi oleh beberapa kalangan yang tidak berafiliasi pada Mu’tazilah. Kedua: Mungkin juga karena kurang didukung kondisi jasmaninya, beliau memiliki cacat fisik, yaitu kehilangan satu kakinya.

Al-Zamakhsyari membujang seumur hidup. Sebagian besar waktunya diabadikan untuk ilmu dan menyebarluaskan faham yang dianutnya, seperti sering dilakukan kalangan Mu’tazilah pendahuluannya. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila penulis biografinya mencatat kurang lebih 50 buah karya tulisannya yang mencaku berbagai bidang. Sebagian karya al-Zamakhsyari ada yang masih dalam bentuk manuskrip. Beliau wafat di jurnaniyah pada malam ‘Arafah tahun 538 H.[3]

Al Zamakhsyari adalah orang-orang alim teristimewa dalam masalah nahwu, bahasa, sastra dan tafsir. Ra’yinya dalam bahasa Arab diakui oleh ahli-ahli bahasa. Zamakhsyari menganut kepercayaan muktazilah, bermadzhab hanafi. Dialah yang mengarang kitab al-Kasysyaf menyokong akidah dan madzhabnya. Di dalam tafsirnya itu jelas terlihat bahwa Zamkhsyari itu berhasil melunturkan kepintarannya, kecerdikannya dan kemahirannya itu sendiri karena padanya ada tanda-tanda yang dapat dilihat dari jauh bahwa dia telah menghimpunkan ayat-ayat untuk membantu muktazilah dan menolak lawan-lawannya.[4]

Tapi dari pihak bahasa dia telah menyingkapkan tabir keindahan al-Qur’an dan balaghahnya yang menarik bila ditinjau dari sudut ilmu balaghah, ilmu al-Bayan, sastra, nahwu dan tasrif. Kitabnya ini menjadi tempat pengambilan oleh orang dalam bahasa. Di dalam pendahuluan kitabnya itu dia menyebutkan bahwa ada orang yang menadi penghalang bagi tafsirnya karena orang ini tidak menyelami dengan mendalam. Dia adalah orang yang unggul dalam dua macam ilmu khusus al-Qur’an. Yaitu ilmu ma’ani dan ilmu bayan. Dia tidak tergesa-gesa dalam mengemukakan kedua ilmu ini.[5]

  1. Karya-karya al-Zamakhsyari[6]

Karya-karya al-Zamakhsyari meliputi berbagai bidang, antara lain:

  1. Bidang tafsir: al-Kasysyaf ‘an Haqaiq al-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujuh al-Ta’wil terdiri dari 4 jilid.
  2. Bidang Hadis: al-Fa’iq fi Garib al-Hadis.
  3. Bidang Fiqih: al-Ra’id fi al-Faraid.
  4. Bidang Ilmu Bumi: al-Jibal wa al-Amkinah.
  5. Bidang Akhlaq: Mutasyabih Asma al-Ruwat, al-Kalim al-Nabawig fi al-Mawa’iz al-Nasa’ib al-Kibar al-Nasa’ib al-Sigar, Maqamat fi al-Mawa’iz, Kitab fi Manaqib al-Imam Abi Hanifah.
  6. Bidang sastra: Diwan Rasa’il, Diwan al-Tamsil, Tasliyat al-Darir.
  7. Bidang ilmu Nahwu: al-Namuzaj fi al-Nahw, Syarh al-Kitab Sibawaih, Syarh al-Mufassal fi al-Nahw.
  8. Bidang Bahasa: Asas al-Balaghah, Jawahir al-Lughah, al-Ajnas, Muqadimah al-Adab fi al-Lughah.
  1. Tafsir al-Kasysyaf
  2. Latar Belakang Penulisan[7]

Al-Zamakhsyari menulis kitab tafsirnya yang berjudul al-Kasysyaf ‘an Haqaiq al-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujuh al-Ta’wil bermula dari permintaan suatu kelompok yang menamakan dirial-Fi’ah al-Najiyah al-‘Adiyah. Kelompok yang dimaksud yakni kelompok muktazilah.

            Berdasar desakan pengikut-pengikut Muktazilah di Makkah dan atas dorongan al-Hasan Ali ibn Hamzah ibn Wahhas, serta kesadaran dirinya sendiri, akhirnya al-Zamakhsyari berhasil menyelesaikan penulisan tafsirnya dalam waktu kurang lebih 30 bulan. Penulisan tafsir tersebut dimulai ketika ia berada di Makkah pada tahun 526 H dan selesai pada hari Senin 23 Rabiul Akhir 528 H.

Penafsiran al-Zamakhsyari mendapat sambutan hangat di berbagai negeri. Dalam perjalanan kedua ke mekkah, banyak tokoh yang dijumpainya menyatakan keinginannya untuk memperoleh karyanya itu. Bahakan pemimpin pemerintahan mekkah, Ibn Wahhas, bermaksud mengunjunginya ke khawarizm untuk mendapatkan karya tersebut, semua itu menggugah semangat al-Zamakhsyari untuk memulai menulis tafsirnya, meskipun dalam bentuk yang lebih ringkas.

            Penafsiran yang ditempuh al-Zamakhsyari dalam karyanya ini sangat menarik, karena uraiannya singkat tapi jelas, sehingga para Ulama’ Mu’tazilah mengusulkan agar tafsir tersebut dipresentasikan pada para Ulama’ Mu’tazilah dan mengusulkan agar penafsirannya dilakukan dengan corak I’tizali, dan hasilnya adalah tafsir al-Kasysyaf yag ada sekarang ini.[8]

Pada tahun 1968 M, tafsir al-Kasysyafdicetak ulang pada percetakan Mustafa al-Babi al-Halabi, Mesir dalam empat jilid. Jilid pertama diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri surat al-Maidah. Jilid kedua dari surat al-An’am sampai surat al-Anbiya’. Jilid ketiga dari surat al-Hajj sampai surat al-Hujurat. Jilid keempat dari surat Qaf sampai al-Nas.

  1. Sumber Penulisan[9]

Sumber-sumber yang dijadikan rujukan oleh al-Zamakhsyari dalam menulis tafsir al-Kasysyaf meliputi berbagai bidang ilmu, antara lain:

  1. Sumber Tafsir

1)      Tafsir Mujahid (w. 104 H)

2)      Tafsir Amr ibn ‘As ibn ‘Ubaid al-Mu’tazili (w. 144 H)

3)      Tafsir Abu Bakr al-Mu’tazili (w. 235 H)

4)      Tafsir al-Zajjaz (w. 311 H)

5)      Tafsir al-Rumani (w. 382 H)

6)      Tafsir Ali ibn Abi Thalib dan Ja’far al-Sadiq

7)      Tafsir kelompok Jabariyah dan Khawarij

  1. Sumber Hadis

Dalam menafsirkan al-Qur’an, al-Zamakhsyari mengambil dari berbagai macam hadis, tetapi yang disebutkan secara jelas hanya Sahih Muslim. Ia biasanya menggunakan istilah fi al-Hadis.

  1. Sumber Qira’at

Adapun sumber Qira’at yang diambil, antara lain:

1)      Mushaf Abdullah ibn Mas’ud

2)      Mushaf Haris ibn Suwaid

3)      Mushaf Ubay ibn Ka’ab

4)      Mushaf ilama Hijaz dan Syam

  1. Sumber Bahasa dan Tata Bahasa

Bahasa atau tata bahasa adalah sumber yang paling banyak dipergunakan oleh al-Zamakhsyari dalam menafsirkan al-Qur’an, untuk lebih banyak mengungkapkan kemukjizatan al-Qur’an. Adapun sumber-sumber yang diambil, antara lain:

1)      Kitab al-Nahwi, karya Sibawaihi (w. 146 H)

2)      Islah al-Mantiq karya Ibn al-Sikait (w. 244 H)

3)      Al-Kamil karya al-Mubarrad (w. 285 H)

4)      Al-Mutammim karya Abdullah Ibn Dusturiyah (w. 347 H)

5)      Al-Hujjah karya Abi Ali al-Farisi (w. 377 H)

6)      Al-Halabiyyat karya Abi Ali al-Farisi (w. 377 H)

7)      Al-Tamam karya Ibn al-Jinni (w. 392 H)

8)      Al-Muhtasib karya Ibn al-Jinni (w. 392 H)

9)      Al-Tibyan karya Abi al-Fath al-Hamdani

  1. Sumber Sastra

Di antara kitab-kitab sastra yang menjadi rujukan adalah:

1)      Al-Hayaran karya al-Jahiz

2)      Hamasah karya Abi Tamam

3)      Istaghfir dan Istaghfiri karya Abu al-‘Abd al-Mu’arri

  1. Metode dan Corak Penafsiran[10]

Tafsir al-Kasysyaf disusun dengan tartib mushafi yaitu berdasarkan urutan surat dan ayat dalam Mushaf Usmani. Kemudian ditulis dengan lebih dahulu menuluskan ayat al-Qur’an yang akan ditafsirkan kemudian memulai dengan penafsirannya dengan mengemukakan pemikiran rasional yang didukung dengan dalil-dalil dari riwayat hadis maupun al-Qur’an. Meskipun ia tidak terikat oleh riwayat dalam penafsirannya.

Metode yang digunakan oleh al-Zamakhsyari dalam penafsirannya adalah metode tahlili yaitu meneliti makna kata-kata dan kalimat-kalimat dengan cermat. Ia juga menyingkap aspek munasabah yaitu hubungan ayat dengan ayat lainnya tau surat dengan surat lainnya. Sebagian besar penafsirannya berorientasi pada rasio (ra’yu) maka tafsir al-Kasysyaf dapat dikategorikan pada tafsir bi al-ra’yu meskipun pada beberapa penafsirannya menggunakan dalil naql (nas al-Qur’an dan Hadis).

  1. Contoh Penafsiran dalam Tafsir al-Kasysyaf[11]

Contoh bentuk penafsiran bi al-ra’yi dengan metode tahlili dalam tafsir al-Kasysyaf dapat dilihat pada penafsiran QS. Al-Baqarah ayat 115

وَلِلَّهِ ٱلْمَشْرِقُ وَٱلْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا۟ فَثَمَّ وَجْهُ ٱللَّهِ إِنَّ ٱللَّهَ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ

“Dan milik Allah timur dan barat. Kemanapun kamu menghadap di sanalah wajah Allah. Sungguh, Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.[12]

            وَلِلَّهِ ٱلْمَشْرِقُ وَٱلْمَغْرِبُmenurut al-Zamakhsyari maksudnya adalah Timur dan Barat dan seluruh penjuru bumi, semuanya kepunyaan Allah. Dia yang memiliki dan menguasai seluruh alam. فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا۟maksudnya ke arah manapun manusia menghadap Allah hendaknya menghadap qiblat sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 144 yang berbunyi:

فَوَلِّوَجْهَكَشَطْرَٱلْمَسْجِدِٱلْحَرَامِوَحَيْثُمَاكُنتُمْفَوَلُّوا۟وُجُوهَكُمْشَطْرَهُ

“Maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja engkau berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu”

            فَثَمَّ وَجْهُ ٱللَّهِmenurut al-Zamakhsyari maksudnya di tempat (Masjidil Haram) itu ada Allah yaitu tempat yang disenangi-Nya dan manusia diperintahkan untuk menghadap Allah pada tempat tersebut. Maksud ayat tersebut adalah apabila seorang muslim akan melakukan shalat dengan menghadap Masjidil Haram dan Baitul Maqdis, akan tetapi ia ragu akan arah yang tepat untuk menghadapke arah tersebut, maka Allah memberikan kemudahan kepadanya untuk menghadap ke arah manapun dalam shalat dan di tempat manapun sehingga ia tidak terikat oleh lokasi tertentu.

            Latar belakang turunnya ayat ini menurut Ibnu Umar berkenaan dengan shalat musafir di atas kendaraan, ia menghadap ke arah mana kendaraannya menghadap. Tetapi mennurut ’Ata ayat ini turun ketika tidak diketahui arah qiblat shalat oleh suatu kaum, lalu mereka shalat ke arah berbeda-beda. Setelah pagi hari ternyata mereka slah menghadap kiblat kemudian mereka menyampaikan peristiwa tersebut kepada Nabi (lalu turunlah ayat ini). Kemudian ada yang berpendapat bahwa kebolehan berdoa menghadap arah mana saja, bukan dalam shalat.

            Dari contoh penafsiran di atas tampak bahwa al-Zamakhsyari memulai penafsirannya dengan mengemukakan pemikirannya secara rasional lalu dikuatkan dengan ayat lain yang berkaitan dan setelah itu mengemukakan riwayat atau pendapat ulama. Jadi al-Zamakhsyari di samping menggunakan akalnya juga menggunakan riwayat naql sebagai penguat atas penafsirannya.

  1. Penilaian Terhadap Tafsir al-Kasysyaf

            Di kalangan para ulama, tafsir al-Kasysyaf sangat terkenal karena kepiawaian al-Zamakhsyari dalam mengungkap kemukjizatan al-Qur’an, terutama mengenai keindahan balaghahnya. Mereka bahkan mengatakan bahwa tafsir inilah yang pertama kali menyingkap kemukjizatan al-Qur’an secara sempurna. Di samping kelebihan tafsir al-Kasysyaf juga memiliki kelemahan dan kekurangan. Berikut beberapa penilaian terhadap tafsir al-Kasysyaf.

  1. Imam Busykual

Tafsir al-Zamakhsyari lebih ringkas dan lebih mendalam. Zamakhsyari sering menggunakan kata-kata yang sukar dan banyak menggunakan syair, sehingga mempersulit pembaca untuk memahaminya, dan sering menyerang madzhab lain. Hal ini karena ia berusaha membela madzhabnya, madzhab muktazilah.

  1. Haidar al-Harawi

Tafsir al-Kasysyaf  merupakan tafsir yang sangat tinggi nilainya. Tafsir-tafsir sesudahnya, menurut Haidar tiada satupun yang enendingi baik dalam keindahan maupun kedalamannya. Namun tafsir al-Kasysyaf juga memiliki kekurangan antara lain:

  1. Sering melakukan penyimpangan makna lafadz tanpa dipikirkan secara mendalam dan menafsirkan ayat dengan panjang lebar, seakan-akan untuk menutupi kelemahannya, serta penuh dengan pemikiran muktazilah.
  2. Kurang menghormati ulama lainnya, sehingga al-Razi ketika menafsirkan surat al-Maidah: 54 menunjukkannya kepada al-Zamakhsyari karena al-Zamakhsyari sering melontarkan celaan kepada para ulama yang dicintai Allah SWT.
  3. Terlalu banyak menghadirkan syair-syair dan peribahasa yang penuh dengan kejenakaan, yang jauh dari tuntunan syariat.
  4. Sering menyebut Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah dengan sebutan yang tidak sopan bahkan kadang-kadang mengkafirkan.
  5. Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun mengatakan bahwa di antara tafsir yang paling baik dan paling mampu mengungkapkan makna al-Qur’an dengan pendekatan bahasa dan balaghah adalah tafsir al-Kasyysaf. Hanya saja penyusunnya bermadzhab muktazilah. Dengan balaghah beliau membela madzhabnya dalam menafsirkan al-Qur’an.

Menurut Ibnu Khaldun, kitab al-Kasysyaf karangan Zamakhsyari ini disamping hadis hendaklah menjadi kitab pegangan bagi orang-orang yang akan menyusun tafsir dalam mendalami bahasa, i’rab dan balaghah. Untuk meningkatkan ilmu yang dipergunakan dalam menafsirkan al-Qur’an. Orang yang menulis kitab al-Kasysyaf ini adalah seorang ahli bahasa yang terpandai di Irak. Selain dari itu yang menyusun kitab ini berbau Muktazilah dalam segi akidah. Inilah yang dijadikan hujah bagi madzhabnya yang telah rusak itu. Karena dia menerangkan ayat-ayat al-Qur’an itu dengan cara-cara balaghah. Dengan demikian maka dengan diam-diam dia telah menyimpang dari madzhabnya yang kini telah memasuki ahli sunah.[13]

  1. Mustafa al-Sawi al-Juwaini

Beliau berpendapat bahwa al-Zamakhsyari merupakan ulama muktazilah yang sangat fanatik dalam membela paham Muktazilah, sehingga penafsirannya sangat dipengaruhi oleh prinsip-prinsip Muktazilah.

  1. Ignaz Goldziher

Dalam bukunya Mazahib Tafsir al-Islami, Goldziher mengatakan bahwa tafsir al-Kasysyaf sangat baik, hanya saja pembelaanya terhadap Muktazilah sangat berlebihan.

  1. Muhammad Husain al-Zahabi

Al-Zahabi berpendapat bahwa tafsir al-Kasysyaf adalah kitab yang paling lengkap dalam menyingkap balaghah al-Qur’an.

Dari beberapa penjelasan terhadap tafsir al-Kasysyaf di atas kiranya dapat dipilah menjadi tiga kelompok yaitu:

  1. kelompok pertama berpendapat bahwa tafsir al-Kasysyaf adalah kitab tafsir yang sangat baik karena berhasil menyingkap rahasia kemukjizatan al-Qur’an dengan pendekatan lughawi, terutama aspek balaghah. Tafsir ini layak dijadikan sebagai rujukan bagi para mufasir. Kelompok ini hanya melihat dari sisi keberhasilandalam menyingkap kemukjizatan al-Qur’an, tidak melihat adanya pemaksaan makna sebagian lafadz al-Qur’an pada kelompok muktazilah.
  2. Kelompok kedua berpendapat bahwa tafsir al-Kasysyaf tidak layak dijadikan rujukan karena penyusunnya sangat fanatik dalam membela muktazilah sehingga ayat-ayat yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip muktazilah dibelokkan maknanya agar sesuai dengan dokrin muktazilah. Penyusunnya juga sering melontarkan serangan terhadap ulama lain yang tidak sepaham dengan kata-kata yang tidak sopan.
  3. Kelompok ketiga berpendapat bahwa dalam beberapa bagian tafsir al-Kasysyaf sangat baik untuk dijadikan rujukan, yaitu dalam pengungkapan kemukjizatan al-Qur’an. Tetapi dalam bagian lainnya yaitu dalam penyimpangan makna al-Qur’an, harus ditinggalkan. Kelompok ketiga ini paling moderat dan bisa dipedomani dalam membaca tafsir al-Kasysyaf, sehingga dapat memetik manfaat.

Daftar Pustaka

Qathan, Mana’ul. Pembahasan Ilmu Al-Qur’an 2.terj. Halimuddin (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 1995)

Yusuf, Muhammad, dkk. Studi Kitab Tafsir: Munyuarakan Teks yang Bisu (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2004)

Software Al-Qur’an al-Hadi


[1]Yusuf Muhammad. Studi Kitab Tafsir Menyuarakan teks yang bisu. Teras, Yogyakarta, 2004, hal 43-44.

[2]Manna’ Khalil al-Qattan. Studi Ilmu-Ilmu al-Quran. Hal 530.

[3]Yusuf Muhammad. Studi Kitab Tafsir Menyuarakan teks yang bisu. Teras, Yogyakarta, 2004, hal 45-46

[4]Mana’ul Qathan, Pembahasan Ilmu Al-Qur’an 2,terj. Halimuddin (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 1995)hlm. 209-210

[5]Mana’ul Qathan, Pembahasan Ilmu Al-Qur’an 2,terj. Halimuddin (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 1995)hlm. 209-210

[6]Muhammad Yusuf, dkk, Studi Kitab Tafsir: Munyuarakan Teks yang Bisu (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2004)hlm. 47

[7]Muhammad Yusuf, dkk, Studi Kitab Tafsir: Munyuarakan Teks yang Bisu (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2004)hlm. 48-49

[8]Yusuf Muhammad. Studi Kitab Tafsir Menyuarakan teks yang bisu. Teras, Yogyakarta, 2004, hal 48-49

[9]Muhammad Yusuf, dkk, Studi Kitab Tafsir: Munyuarakan Teks yang Bisu (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2004)hlm. 49-51

[10]Muhammad Yusuf, dkk, Studi Kitab Tafsir: Munyuarakan Teks yang Bisu (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2004)hlm. 51

[11]Muhammad Yusuf, dkk, Studi Kitab Tafsir: Munyuarakan Teks yang Bisu (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2004)hlm. 53

[12]Software Al-Qur’an al-Hadi

[13]Mana’ul Qathan, Pembahasan Ilmu Al-Qur’an 2,terj. Halimuddin (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 1995)hlm. 209-210

Tinggalkan komentar